Tambang Nikel PT TMS Diduga Milik Istri Gubernur Sultra Didenda Rp2,09 Triliun

Tambang Nikel PT TMS Diduga Milik Istri Gubernur Sultra Didenda Rp2,09 Triliun

Penyegelan tambang nikel di Sultra oleh Satgas--puspen tni

sultra.disway.id - Aktivitas pertambangan PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, resmi terhenti.

Perusahaan tambang nikel yang dikaitkan dengan keluarga Gubernur Sultra Andi Sumangerukka itu tersandung sanksi berat berupa denda administratif senilai Rp2,09 triliun dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).

Imbas dari sanksi tersebut, PT TMS merumahkan total 812 karyawan. Seluruh pekerja di area tambang dan kantor diliburkan, kecuali jajaran pejabat struktural perusahaan.

BACA JUGA:Pekan Ini Kenaikan UMP 2026? Pekerja Sangat Menantikannya

Kebijakan ini tertuang dalam memo internal bernomor 003/HR-TMS/XII/2025 yang diterbitkan Manajer HRD PT TMS, Gita Deviany Putri, pada 11 Desember 2025. Dalam memo itu disebutkan, karyawan mulai diliburkan per 20 Desember 2025 dan secara resmi dirumahkan efektif 2 Januari 2026.

“Perusahaan belum dapat melanjutkan kegiatan operasional pada awal tahun,” demikian bunyi keterangan dalam memo tersebut.

Operasi Tambang Dihentikan Bertahap

Penghentian aktivitas PT TMS sebenarnya telah berlangsung sejak pertengahan 2025. Operasi tambang mulai dikurangi secara bertahap sejak 15 Mei 2025, sebelum akhirnya diumumkan secara resmi oleh Direktur Utama PT TMS, Syam Alif Amiruddin, pada 30 Mei 2025.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dikonfirmasi pada 16 Juni 2025 melalui surat internal perusahaan.

BACA JUGA:BSU Kemenag 2025 Cair: Simak Cara, Syarat, dan Tahapan Pencairannya

Langkah tersebut dipicu sanksi Satgas PKH terkait aktivitas penambangan di kawasan hutan tanpa mengantongi izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH).

Konsesi PT TMS seluas 172,82 hektare di Pulau Kabaena kemudian disegel pada September 2025. Penyegelan ditandai dengan pemasangan plang penguasaan negara berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.

Meski perusahaan telah membayar tahap awal denda sebesar Rp500 miliar, operasional tambang tetap tidak diizinkan berjalan.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Penghentian operasi ini berdampak langsung pada perekonomian warga lokal. Sejumlah karyawan mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk membayar cicilan kendaraan. Sebagian lainnya terpaksa mencari pekerjaan alternatif di perusahaan tambang lain di Pulau Kabaena.

BACA JUGA:Bukan Sekadar Lipat! Huawei Mate X7 Tawarkan Performa dan Ketahanan Serius

Sumber: