Bahaya! Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 12 Diduga Berisi QR Code Situs Judi Online

Bahaya! Buku Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas 12 Diduga Berisi QR Code Situs Judi Online

Tangkapan layar buku Bahasa Indonesia berisi QR Kode judi online--

sultra.disway.id – Dunia pendidikan Indonesia kembali diguncang skandal serius. Sebuah buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas 12 yang diterbitkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) pada tahun 2022 diduga memuat QR code yang mengarah ke situs judi online.

 

Temuan mencengangkan ini pertama kali diungkap akun TikTok @dhayo_zzz, yang mengunggah video saat dirinya memindai QR code dari halaman buku tersebut.

Alih-alih membuka materi pelajaran atau tautan edukatif, QR tersebut justru mengarahkan ke laman promosi judi digital. Konten yang seharusnya mendukung pembelajaran interaktif malah berubah menjadi akses ilegal ke praktik perjudian online.

 

Video tersebut kemudian viral di media sosial, menyebar ke platform X (sebelumnya Twitter) dan Instagram.

BACA JUGA:12 Rekomendasi Tanaman Hias Indoor Cantik Paling Populer: Mudah Dirawat dan Bikin Adem!

Reaksi warganet pun penuh kemarahan dan keprihatinan. Banyak yang mempertanyakan bagaimana materi berbahaya seperti itu bisa lolos dari proses seleksi dan verifikasi penerbitan buku ajar resmi.

 

“Anak-anak mau belajar, malah disuguhi jalan pintas ke judi online. Ini bukan cuma kelalaian, tapi juga kegagalan sistemik dalam perlindungan digital terhadap generasi muda,” tulis seorang pengguna X yang mendapat ribuan respons.

 

Kemdikbud Masih Bungkam

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kemdikbudristek terkait insiden tersebut.

Padahal, sebagai penerbit resmi buku pelajaran nasional, seharusnya kementerian memiliki lapisan pengawasan berstandar tinggi, termasuk dalam aspek keamanan digital dan validasi tautan daring.

 

Kejadian ini membuka mata publik terhadap celah besar dalam pengawasan konten pendidikan, khususnya yang terhubung ke platform digital.

QR code yang awalnya ditujukan untuk memperkaya pembelajaran, justru disalahgunakan menjadi pintu masuk bagi situs ilegal.

BACA JUGA:Viral Video 7 Menit Aksi Tak Senonoh Diduga Selebgram Nurma HMT Gegerkan Medsos

 

“Kurikulum boleh diperbarui, tapi kalau sistem keamanannya lemah, semua jadi sia-sia,” kritik seorang warganet.

 

Negara Kecolongan

Masuknya tautan judi online ke dalam buku pelajaran memperlihatkan bahwa sindikat perjudian digital telah merambah ruang-ruang yang seharusnya steril dan aman, termasuk sekolah. Ini bukan kali pertama kasus seperti ini terjadi, namun tingkat keberaniannya kini meningkat: menyusup lewat buku resmi pemerintah.

 

Warganet dan aktivis pendidikan pun menilai pemerintah gagal strategi dalam memberantas judi online. Meski pemblokiran situs terus dilakukan, pola penyebaran kini makin tersembunyi, salah satunya lewat media pendidikan.

 

“Kalau buku pelajaran bisa disusupi, bagaimana nasib ruang digital anak-anak kita yang lain? Negara terlihat tak siap menghadapi metode penyebaran seperti ini,” ungkap seorang pengamat media digital.

BACA JUGA:Manchester United Incar Vinicius Junior: Siapkan Tawaran Mengejutkan!

 

Audit Menyeluruh

Merespons polemik yang terus membesar, masyarakat mendesak agar QR code bermasalah segera ditelusuri dan buku tersebut ditarik dari seluruh sekolah. Pemerintah juga diminta melakukan audit menyeluruh terhadap semua buku ajar yang menggunakan elemen digital, seperti link atau QR code.

 

“Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Ini adalah sinyal bahaya bahwa sistem pendidikan kita telah disusupi oleh ancaman digital yang sangat serius,” tegas seorang aktivis pendidikan yang ikut bersuara.

 

Pakar keamanan siber juga menyoroti perlunya verifikasi rutin terhadap tautan digital dalam buku pelajaran.

Pasalnya, QR code bisa saja aman saat dicetak, namun berubah arah tujuannya karena manipulasi pada sistem hosting atau domain.

BACA JUGA:Rumah Lebih Segar! Ini Pilihan Tanaman Hias Gantung Merambat Paling Cantik

 

Kasus ini menjadi alarm keras bagi Kemdikbud dan pemerintah secara keseluruhan untuk memperkuat sistem validasi digital, terutama di sektor pendidikan. Perlindungan anak-anak dari konten berbahaya tak bisa hanya bergantung pada niat baik—dibutuhkan pengawasan nyata, sistematis, dan berkelanjutan.

 

Hingga kini, publik menanti sikap tegas dari Kemdikbudristek: apakah akan ada klarifikasi, evaluasi, dan langkah korektif yang nyata atau justru kembali bungkam dalam kontroversi yang menyangkut masa depan generasi bangsa.

 

 

Sumber: