Giant Sea Wall Proyek Penyelamat Jawa Senilai Rp1.300 Triliun

Giant Sea Wall adalah Tanggul Laut Raksasa yang panjangnya 500 km dari Banten hingga Jawa Timur. Giant Sea Wall merupakan insiatif strategis dengan nilai proyek Rp1.300 Triliun.--disway.id
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Giant Sea Wall adalah Tanggul Laut Raksasa yang panjangnya 500 km dari Banten hingga Jawa Timur. Giant Sea Wall merupakan insiatif strategis dengan nilai proyek Rp1.300 Triliun.
Tujuan utama Giant Sea Wall adalah mengatasi ancaman serius penurunan permukaan tanah (land subsidence) dan kenaikan permukaan air laut di sepanjang pesisir utara Jawa.
Ancaman ganda ini telah menyebabkan banjir rob yang kian parah. Mengancam permukiman, kawasan industri vital dan infrastruktur penting di kota-kota besar.
Seperti Jakarta, Semarang dan sekitarnya. Tanpa intervensi skala besar, kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akan menjadi bencana yang tak terhindarkan.
Pembangunan Giant Sea Wall tak hanya berfokus pada mitigasi bencana. Tetapi juga pada penciptaan ekosistem baru yang berkelanjutan.
BACA JUGA:TBC Bunuh 14 Orang Per Jam di Indonesia
Tujuannya adalah melindungi garis pantai dari erosi. Menciptakan kawasan baru untuk Pembangunan.
Yang terpenting menjadi peluang ekonomi dan lingkungan. Proyek ini merupakan bagian integral dari visi pembangunan berkelanjutan Indonesia.
Infrastruktur Multifungsi yang Futuristik
Proyek Giant Sea Wall adalah sebuah sistem kompleks yang dirancang dengan pendekatan multifungsi. Konsep dasarnya terbagi dua tahapan:
1. Tahap Awal (Outer Sea Wall): Pembangunan tanggul yang lebih jauh di lepas pantai, membentuk sebuah teluk atau laguna. Fungsinya sebagai penahan utama dari gelombang pasang dan banjir rob. Tanggul ini dirancang dengan struktur kokoh yang mampu menahan tekanan air laut.
2. Tahap Kedua (Inner Sea Wall): Rehabilitasi dan penguatan tanggul-tanggul yang sudah ada di sepanjang garis pantai untuk memberikan perlindungan tambahan.
Selain tanggul fisik, proyek ini juga mengintegrasikan berbagai fitur canggih:
Sistem Polder: Area di belakang tanggul akan dilengkapi dengan sistem polder yang terdiri dari kanal-kanal, pompa air, dan stasiun pengendali. Sistem tersebut akan berfungsi memompa air hujan dan air rob kembali ke laut. Kemudian memastikan kawasan di belakang tanggul tetap kering.
BACA JUGA:Indonesia Lumbung Pangan Dunia
Pembangunan Infrastruktur: Di area yang terlindungi, direncanakan pembangunan infrastruktur baru. Seperti jalan tol, rel kereta api, dan kawasan industri. Ini akan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pusat-pusat aktivitas baru yang lebih aman dari ancaman air.
Ruang Terbuka Hijau: Proyek ini juga mengedepankan aspek lingkungan dengan merancang ruang terbuka hijau, area konservasi mangrove, dan jalur hijau di sepanjang tanggul. Tujuannya meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan habitat baru.
Desain futuristik ini memastikan Giant Sea Wall akan menjadi sebuah solusi yang komprehensif. Bukan hanya menahan air. Tetapi juga membentuk masa depan yang lebih baik bagi pesisir utara Jawa.
Investasi Skala Nasional
Sebagai sebuah megaproyek, Giant Sea Wall membutuhkan anggaran yang sangat besar.
Total anggaran total untuk Giant Sea Wall diperkirakan mencapai sekitar Rp 1.300 Triliun (sekitar $80 miliar). Panjangnya 500 km. Dari Banten hingga Jawa Timur.
Untuk proyek di Teluk Jakarta saja dana yang dibutuhkan sekitar Rp 130-162 Triliun.
Proyek ini akan dibangun secara bertahap selama 15-20 tahun. Butuh dana besar dari berbagai pihak. Termasuk investor asing
Angka fantastis ini mencerminkan skala dan kompleksitas proyek. Mencakup pembangunan infrastruktur, pembebasan lahan dan penerapan teknologi canggih.
Pendanaan untuk proyek ini direncanakan berasal dari berbagai sumber:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN): Pemerintah Pusat akan mengalokasikan sebagian besar dana dari APBN untuk memastikan kelancaran proyek. Terutama bagian yang terkait dengan infrastruktur strategis dan kepentingan publik.
BACA JUGA:Sekolah Garuda: Cetak Generasi Emas 2045
Pinjaman dan Hibah Internasional: Kolaborasi dengan lembaga keuangan internasional. Seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan lembaga dari negara-negara mitra akan menjadi sumber pendanaan penting.
Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU): Model pendanaan ini akan melibatkan sektor swasta dalam pembangunan dan operasional proyek, memungkinkan percepatan implementasi dan pembagian risiko.
Fokus Utama di Kawasan Vital
Pembangunan Giant Sea Wall tidak dilakukan secara serentak di seluruh pesisir utara Jawa.
Proyek ini dibagi menjadi beberapa fase. Prioritas utama di kawasan yang paling rentan dan memiliki nilai ekonomi strategis tinggi. Antara lain:
Teluk Jakarta: Kawasan ini merupakan jantung ekonomi nasional, dengan infrastruktur vital. Seperti pelabuhan, bandara, dan kawasan industri. Penurunan permukaan tanah di Jakarta Utara mencapai 10-20 cm per tahun. Ini membuat Jakarta area paling kritis. Tanggul laut di Teluk Jakarta dirancang untuk melindungi ibu kota dan sekitarnya dari ancaman rob dan pasang laut.
Pesisir Semarang: Semarang adalah salah satu kota besar yang sangat terdampak oleh penurunan permukaan tanah. Giant Sea Wall di Semarang akan berfokus pada perlindungan kawasan industri dan permukiman padat penduduk, serta merehabilitasi kawasan pesisir yang telah terendam.
Kawasan Pesisir Jawa Barat dan Jawa Tengah: Pembangunan tanggul juga akan menjangkau daerah-daerah lain yang rentan di sepanjang pesisir utara.
BACA JUGA:Peta Bendungan Indonesia Menuju Swasembada Pangan
Implementasi proyek ini melibatkan koordinasi erat antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah daerah, sektor swasta, dan para ahli dari berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan ini memastikan proyek tidak hanya terwujud secara fisik. Namun, mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh.
Transformasi Menyeluruh Bagi Masyarakat
Manfaat dari Proyek Tanggul Laut Raksasa jauh melampaui sekadar mitigasi banjir. Proyek ini akan membawa dampak transformasional bagi masyarakat dan ekonomi pesisir utara Jawa:
Pencegahan Bencana: Perlindungan dari banjir rob dan kenaikan permukaan air laut akan mengurangi kerugian ekonomi dan sosial yang masif. Ribuan rumah tangga, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik akan terlindungi.
Peningkatan Kualitas Hidup: Masyarakat di kawasan pesisir akan terbebas dari ancaman banjir yang berulang, meningkatkan kualitas kesehatan, sanitasi, dan keamanan. Lahan yang sebelumnya tergenang bisa kembali dimanfaatkan untuk aktivitas produktif.
Pertumbuhan Ekonomi Baru: Pembangunan tanggul akan membuka peluang untuk pengembangan kawasan ekonomi baru, industri maritim, dan pariwisata. Infrastruktur yang terintegrasi akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Penyelamatan Lingkungan: Proyek ini mencakup rehabilitasi ekosistem pesisir. Termasuk penanaman mangrove dan perlindungan habitat laut. Hal ini akan meningkatkan keanekaragaman hayati dan memberikan perlindungan alami dari gelombang.
Penciptaan Lapangan Kerja: Selama fase konstruksi dan operasional, proyek ini akan menciptakan ribuan lapangan kerja. Menyerap tenaga kerja lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sekitar.
Selain memberikan manfaat jangka panjang, hal ini akan menjadikan pesisir utara Jawa sebagai model ketahanan terhadap perubahan iklim dan pusat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
BACA JUGA:Revolusi Hunian, Prabowo Siapkan 3 Juta Rumah Baru
Sebuah Proyek yang Terus Belajar
Tidak dapat dipungkiri, proyek sebesar ini tentu akan menuai berbagai kekhawatiran.
Isu-isu seperti dampak lingkungan terhadap ekosistem laut, potensi banjir, dampak sosial bagi nelayan tradisional, dan transparansi dalam proses reklamasi adalah hal-hal yang serius.
Namun, penting dipahami perencanaan proyek ini bukanlah sesuatu yang statis.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian PUPERA dan Bappenas, bersama dengan konsultan ahli dari dalam dan luar negeri (seperti dari Belanda yang ahli di bidang water management), terus melakukan kajian mendalam dan menyesuaikan desain.
Kekhawatiran-kekhawatiran tersebut justru menjadi masukan berharga untuk menyempurnakan proyek.
Sudah ada pembahasan untuk lebih mengedepankan pendekatan "building with nature". Misalnya memperkuat restorasi mangrove sebagai pertahanan alami pertama sebelum tanggul buatan.
Selain itu, pelibatan masyarakat dan melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang komprehensif adalah kunci memastikan proyek ini berjalan berkelanjutan dan adil.
Presiden Prabowo menyebut proyek ini sebagai upaya untuk melindungi kawasan pantai utara Pulau Jawa dari ancaman rob dan perubahan iklim ekstrem.
BACA JUGA:Revolusi Kesehatan Pelajar Dimulai, Anggaran Rp3,4 Triliun Disiapkan
"Giant Sea Wall Tanggul Laut Pantai Utara Jawa. Salah satu proyek infrastruktur yang sangat strategis, sangat vital bagi kita," ucap Presiden Prabowo, dalam pidato saat Konferensi Internasional Infrastruktur 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada Kamis, 12 Juni 2025 lalu.
Proyek tanggul laut ini sebenarnya telah masuk dalam perencanaan sejak tahun 1995.
Presiden Prabowo menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
"Khusus Teluk Jakarta kemungkinan anggarannya $8 - $10 miliar. Saya kira kita sendiri mampu. Saya sudah ketemu Gubernur DKI dan sudah kirim utusan. Saya bilang, DKI harus urunan. Pemerintah Pusat urunan," tuturnya.
Saking seriusnya membangun Giant Sea Wall, Prabowo membentuk lembaga baru. Namannya: Badan Pengelola Tanggul Laut Pantura Jawa.
Kepala Badannya adalah Didit Herdiawan. Dia merupakan Wakil Menteri KKP. Sedangkan wakilnya Darwin Trisna Djajawinata dan Suhajar Diantoro.
Pengangkatan tersebut berlandaskan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 76/P Tahun 2025 Tentang Pengangkatan Kepala Dan Wakil Kepala Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan pembentukan badan baru tersebut karena pantai utara Jawa mengalami penurunan dan terjadi bencana banjir rob yang menimpa masyarakat pesisir.
Ia menyebut ada 20 juta warga tinggal di pesisir pantai utara. Karena alasan itulah, Presiden Prabowo membentuk badan khusus yang mengurusi permasalahan tersebut.
"Studi menyebut setiap tahun terjadi penurunan. Nah, penurunan muka tanah terutama di pantai utara Jawa. Beberapa tempat hampir rutin terjadi rob. Sementara kurang lebih berdasarkan data hampir kurang lebih 20 juta warga yang tinggal di pesisir pantai utara. Ini harus ada penanganan serius. Maka dibentuklah badan pengelolaan pantai utara Jawa," ujar Prasetyo.
Dua orang yang dilantik menjadi wakil badan otorita tanggul laut itu mewakili Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dan pihak pemerintah.
BACA JUGA:Sekolah Elite ala Prabowo untuk Anak Miskin
"Kita membutuhkan satu yang mewakili Danantara. Kemudian satu lagi mewakili pemerintah. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri," jelas Prasetyo.
Dia menjabarkan, perwakilan Danantara diperlukan lantaran di dalamnya bakal terdapat sejumlah proses pengelolaan, perencanaan, hingga pembangunan.
"Nanti pengelolaan pasti di situ akan berhubungan dengan masalah. Namanya masalah investasi," ucapnya.
Sementara itu, pihak pemerintah diperlukan karena pembangunannya melintasi 5 provinsi.
"Bicara Utara Jawa, kurang lebih ada 5 provinsi. Jadi lebih kepada masalah kebutuhan. Nggak ada tafsir mengenai jumlah," bebernya.
Untuk menggarap proyek ini, pemerintah menunjuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Dewan Pengarah.
Sebagai tugas awal, Badan Otorita Pengelola Pantai Utara (BOP Pantura) akan merancang peta jalan (roadmap).
“Kita harus membangun sebuah rancang atau sebuah roadmap yang benar-benar utuh. Saya menyambut dengan sukacita hadirnya Badan Otorita ini secara khusus bisa menjadi eksekutor dan operasional,” ujar AHY.
Dia menjelaskan BOP Pantura diminta untuk melindungi wilayah utara jawa dari berbagai bencana.
Seperti banjir rob, penurunan muka tanah (land subsidence) hingga kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus.
Dia mengatakan proyek ini menggandeng 5 kementerian untuk mendorong dan bersinergi dalam mewujudkan proyek besar tersebut.
Adapun 5 kementerian itu adalah Kementerian Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perumahan.
“Ini proyek besar. Jangka Panjang. Melibatkan banyak stakeholders. Termasuk juga kita butuh investasi dan keterlibatan pemimpin di daerah. Jadi Pemprov maupun pemerintahan kabupaten kota yang dilalui oleh projek besar giant sea wall harus menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan,” terang mantan Menteri ATR/BPN ini.
Melalui badan ini, lanjut AHY, pemerintah akan membuka peluang kerja sama dengan investor swasta lokal maupun asing untuk pengembangan Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall.
"Jadi kami membuka ruang komunikasi dan kerjasama dengan semua pihak dalam dan luar negeri. Pada akhir nanti akan kita sampaikan," jelas AHY.
BACA JUGA:Koperasi Merah Putih Program Majukan UMKM Menuju Indonesia Emas
Lompatan Peradaban Maritim Indonesia
Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), proyek ini adalah sebuah lompatan peradaban yang terinspirasi dari keberhasilan sebuah negara kecil di Eropa yang selama berabad-abad berhasil menaklukkan lautan: Belanda.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Muhammad Yusuf menceritakan semangat dalam proyek raksasa ini serupa dengan apa yang dilakukan Belanda dengan sistem tanggul laut ikoniknya. Seperti Afsluitdijk dan proyek Delta Works.
"Kita melihat ke Belanda. Bukan untuk meniru mentah-mentah. Tetapi belajar semangat dan teknologinya. Mereka berhasil mengubah ancaman menjadi kekuatan. Itulah yang ingin direplikasi di Pantura," ujar Yusud saat dihubungi Disway, pada Rabu 3 September 2025.
Narasi yang berkembang di KKP adalah bagaimana Belanda, yang sepertiga wilayahnya berada di bawah permukaan laut, mampu membangun salah satu negara paling makmur di dunia.
Kuncinya adalah kendali atas air. Inspirasi inilah yang menjadi bahan bakar optimisme KKP terhadap potensi Giant Sea Wall.
"Dulu, wilayah pesisir Belanda selalu dilanda banjir. Sama seperti Pantura yang setiap tahun berjibaku dengan rob. Ekonomi sulit tumbuh. Masyarakat selalu was-was. Kemudian mereka membuat keputusan berani: membangun sistem pertahanan laut yang masif," terangnya.
Keputusan itu, lanjutnya, tidak hanya menghentikan banjir. Setelah tanggul raksasa berdiri, lahan-lahan yang tadinya terendam kini menjadi area pertanian produktif.
Kawasan pesisir yang aman mengundang investasi, pelabuhan berkembang pesat, dan kota-kota baru tumbuh dengan aman dan teratur. Ancaman air berubah menjadi fondasi kemakmuran.
Visi inilah yang coba diproyeksikan KKP untuk masa depan Pantura Jawa. Dengan Giant Sea Wall, kawasan industri di Cikarang, Karawang, hingga Semarang yang kerap terancam rob akan terlindungi total.
KKP melihat potensi lahirnya pusat-pusat ekonomi baru di sepanjang koridor tanggul.
"Di Belanda, area di belakang tanggul menjadi pusat kehidupan. Kita bisa merancang hal yang sama. Akan ada area untuk pelabuhan modern, kawasan industri perikanan terpadu, hingga pusat pariwisata bahari. Ini bukan lagi soal bertahan dari rob. Tetapi melompat ke masa depan," kata Yusuf optimistis.
BACA JUGA:Danantara Kalahkan Temasek – Khazanah
Mengawinkan Beton dan Alam
Inspirasi dari Belanda tidak hanya sebatas pada kekuatan beton. KKP juga mempelajari bagaimana negara kincir angin itu mulai mengintegrasikan solusi berbasis alam (nature-based solutions) dalam proyek pengelolaan air.
Proyek "Ruimte voor de Rivier" (Ruang untuk Sungai) menjadi contoh bagaimana Belanda tidak lagi hanya melawan air. Tapi memberinya ruang agar bisa dikelola secara harmonis.
Pendekatan serupa menjadi semangat Giant Sea Wall. Proyek ini tidak akan menjadi tembok mati yang memisahkan darat dan laut.
"Kita akan kawinkan kekuatan rekayasa teknik dengan kearifan ekologi. Tanggulnya akan dikombinasikan dengan penanaman puluhan ribu hektar mangrove. Sebagian struktur tanggul akan didesain menjadi terumbu buatan. Jadi, tanggulnya melindungi manusia di darat. Sekaligus menjadi rumah bagi ikan di laut," urai Yusuf.
Dia menekankan pembangunan infrastruktur pesisir harus selaras dengan prinsip ekonomi biru. Yaitu kesehatan laut menjadi fondasi utama.
Menurutnya, Giant Sea Wall akan mengadopsi konsep hybrid engineering, yang menggabungkan kekuatan struktur fisik dengan kearifan alam.
"Pembangunannya tidak boleh sembarangan. Ini bukan hanya tentang membangun fisik, tapi juga tentang merekayasa ekologi. Tembok ini harus kita desain agar menjadi 'rumah baru' yang nyaman bagi ikan dan biota laut lainnya," paparnya.
Dampak Ekonomi Langsung bagi Nelayan
Peningkatan populasi biota laut secara langsung akan berdampak pada pundi-pundi nelayan. KKP memproyeksikan dua keuntungan ekonomi utama bagi masyarakat pesisir.
Pertama: Perlindungan aset ekonomi vital. Giant Sea Wall akan secara efektif menghentikan banjir rob yang selama ini merusak kapal, alat tangkap, serta tambak udang dan bandeng milik warga.
Kedua: Peningkatan hasil tangkapan yang signifikan. Dengan melimpahnya stok ikan di sekitar rumah baru, nelayan tidak perlu lagi melaut terlalu jauh untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Logikanya sederhana. Jika di halaman belakang rumah kita sudah menjadi pusat ikan, tentu tangkapan akan lebih mudah dan banyak. Ini akan menghemat biaya operasional bahan bakar dan meningkatkan pendapatan bersih nelayan secara langsung," jelas Yusuf.
BACA JUGA:DANANTARA Revolusi Finansial Indonesia
Tak hanya itu. Ada potensi lain yang dapat dikembangkan. Yaitu pengembangan ekowisata bahari berbasis mangrove.
Hal ini dapat meningkatkan produksi perikanan budidaya, serta tumbuhnya sektor jasa dan perdagangan di wilayah yang lebih aman dan tertata.
“Yang terpenting adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat Pantura secara berkelanjutan,” pungkas Yusuf.
Sudah Dirancang Sejak 30 Tahun Lalu
Di sisi lain, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda turut mengingatkan pentingnya pengadaan kajian kompeherensif terkait proyek Great Sea Wall ini.
“Selain estimasi besaran biaya yang diperlukan, proyek ini sendiri juga turut melibatkan masyarakat pesisir yang kehidupannya sangat bergantung pada laut. Proyek ini butuh dana triliunan. Jumlahnya lebih besar dibandingkan biaya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)," ucap Nailul kepada Disway pada Rabu, 3 September 2025.
Pemerintah, lanjut Nailul, harus siper berhati-hati mengawasi dampak pembangunan Great Sea Wall ini kepada perekonomian. Terutama APBN.
“Proyek ini menjadi salah satu infrastruktur terbesar sepanjang sejarah Indonesia,” tuturnya.
Proyek ini sebetulnya sudah dirancang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak 30 tahun lalu.
Seiring berjalannya waktu, pembangunan ini berjalan dengan membangun tanggul laut atau tanggul pengaman pantai di kawasan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, yang dimulai sejak 2014.
Bukan tanpa sebab proyek ini menjadi tertunda. Banyak pertimbangan yang mesti pemerintah pikirkan.
Seperti dari dampak ekologis dan aspek politik. Membuat, pemerintah menunda proyek tersebut dalam kurun waktu panjang.
Tetapi, Presiden Prabowo berani mengambil langkah meneruskan proyek ini dengan komitmen melindungi pesisir utara Jawa.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menegaskan pembentukan Badan Otoritas Pantura sangat penting. Terutama bagi keberhasilan pelaksanaan proyek Giant Sea Wall di wilayah Pantura.
Ia berpendapat badan ini akan memainkan peran penting dalam mengatasi masalah penurunan tanah dan banjir rob yang terus berulang di wilayah tersebut.
"Giant Sea Wall ini sudah diwacanakan sejak tahun 90-an. Tetapi belum pernah terwujud. Karena belum ada lembaga yang mengurus dan anggaran yang jelas," ujar Trubus saat dihubungi Disway pada Selasa, 2 September 2025.
BACA JUGA:Padel, Olahraga dengan Harga Selangit Tapi Bikin Nagih
Badan Otoritas Pantura ini akan bertugas mengoordinasikan sejumlah kementerian dan pemerintah daerah agar proyek Giant Sea Wall ini dapat terlaksana secara efektif.
"Lembaga ini akan menjadi kunci menanggulangi masalah penurunan permukaan tanah dan banjir rob di Pantura," terangnya.
Meski begitu, Trubus menekankan pembentukan Badan Otoritas Pantura akan menimbulkan tantangan yang cukup besar dan memerlukan kerja sama berbagai pemangku kepentingan.
"Kita harus melakukan kolaborasi dengan berbagai kementerian dan pemerintah daerah, termasuk masyarakat," urai Trubus.
Dia berharap Badan Otoritas Pantura dapat menjadi solusi tepat guna mengatasi berbagai permasalahan di wilayah Pantura. Selain itu, meningkatkan kualitas hidup warganya.
"Kita harus memperkenalkan lembaga ini kepada masyarakat dan menjelaskan tupoksinya apa," ucapnya.
Melalui pembentukan Badan Otoritas Pantura, Trubus mengharapkan terwujudnya proyek Giant Sea Wall yang bertujuan mengatasi permasalahan yang dihadapi Pantura.
"Kita harus bekerja sama untuk mewujudkan cita-cita memiliki Giant Sea Wall," tutupnya.
Tanggung Jawab Pemprov Jakarta
Presiden Prabowo telah menambah tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait pembangunan tanggul pantai di pesisir utara.
Pemprov DKI Jakarta semula diberi tanggung jawab oleh pemerintah pusat membangun 12 Km tanggul pantai.
Namun kini pembangunan tanggul penangkal Rob yang dibebankan ke DKI ditambah menjadi 19 Km.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan dirinya mendukung penuh proyek tersebut.
"Saya berkonsentrasi yang menjadi bagian pemerintah Jakarta. Yang awalnya 12 km sekarang ditambah menjadi 12. Tambah 7 menjadi 19 km," ujar Pramono beberapa waktu lalu.
Dia menerangkan saat ini pihaknya tengah menyiapkan pembiayaan untuk pembangunannya.
Menurut Mas Pram--sapaan akrabnya-- biaya pembangunan sedang dibahas dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (RAPBD-P) Tahun 2025.
Ke depan, lanjutnya, Pemprov DKI akan berupaya menganggarkan anggaran sekitar Rp5 triliun setiap tahunnya dari APBD untuk biaya pembangunan tanggul pantai.
"Apakah Jakarta mampu atau tidak. Tentu ini menjadi tantangan. Kami akan bekerja keras untuk bisa mewujudkan apa yang menjadi penugasan dari Bapak Presiden," terang Mas Pram.
Hal senada disampaikan Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas SDA DKI Jakarta, Alfan Widyastanto.
Dia mengatakan, pembangunan tanggul pengaman pantai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A terus berlanjut.
Hingga September 2025, tercatat sepanjang 9,4 km dari total kewenangan Pemprov DKI telah terealisasi.
"Dengan demikian, terdapat 11,5 km tanggul dari total 39 km trase kritis masih terus dikerjakan pembangunannya," kata Alfan kepada Disway.
Pelaksanaan pembangunan NCICD ini terbagi melalui Pemerintah Pusat oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas SDA.
Khusus untuk Dinas SDA DKI Jakarta, pengerjaan NCICD Fase A fokus pada area pengaman pantai, garis pantai dan muara kali.
Pembangunan tanggul pantai sebagai bagian dari proyek NCICD Fase A yang bertujuan untuk mengatasi banjir rob di pesisir Jakarta tersebut diproyeksikan selesai pada 2030.
Sejauh ini, sejumlah wilayah telah terbangun NCICD Fase A. Di antaranya berada di Kali Kamal Muara, Kali Blencong, Muara Angke (Kali Adem), Muara Baru (Pantai Timur Muara Baru), dan Muara Angke (Pantai Muara Angke).
BACA JUGA:Korupsi Modus 'Uang Zakat ' ala LPEI
6 Klaster Pembangunan NCICD Pemprov DKI Jakarta:
1. Kamal Muara (sudah selesai)
2. Muara Angke (tahun ini proses lelang)
3. Pantai Mutiara (tahun ini proses lelang)
4. Muara Baru - Pantai Timur (sudah selesai, ada perbaikan tanggul)
5. Sunda Kelapa - Ancol Barat (tahun ini selesai)
6. Kali Blencong (tahun ini proses lelang)
"Tahun ini NCICD Segmen Sunda Kelapa - Ancol Barat (NCICD Paket 1) dan Ancol Barat - Seafront (NCICD Paket 2) tahun ini ditargetkan selesai sepanjang 1,2 km," pungkasnya.
Mengimbangi Penyediaan Air Bersih
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan Kementerian PU melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) telah menyelesaikan pembangunan tanggul pengaman pantai utara Jakarta Tahap A sepanjang 12,66 km.
Dia menjelaskan pembangunan tanggul laut terintegrasi dengan program penyediaan air bersih melalui Bendungan Karian dan Bendungan Jatiluhur.
Juga ada peningkatan kualitas air dengan pengolahan limbah di muara sungai melalui pembangunan Jakarta Sewerage System.
"Untuk tahap selanjutnya pembangunan tanggul laut Tahap B sepanjang 21 km. Saat ini sedang dilakukan kajian terkait pembiayaan dan studi kelayakan dengan mempertimbangkan apakah desain tanggul akan mengacu pada Integrated Flood Safety Plan Giant Sea Wall Tahap B Jakarta yang disiapkan Kementerian PU pada tahun 2020 atau menggunakan Masterplan tahun 2016 dari Bappenas," jelas Menteri Dody.
Pengendalian banjir juga turut dilakukan dalam pelaksanaan proyek Giant Sea Wall. Tujuannya mengimbangi penyediaan air bersih.
Agar masyarakat tidak lagi menggunakan air tanah untuk mencegah penurunan muka tanah yang menjadi salah satu penyebab utama kerentanan banjir di Jakarta.(Tim Lipsus Disway)
Artikel ini telah tayang di disway.id dengan judul Giant Sea Wall Penyelamat Jawa
Sumber: