TBC Bunuh 14 Orang Per Jam di Indonesia

TBC Bunuh 14 Orang Per Jam di Indonesia--disway.id
JAKARTA, RADARPENA.CO.ID - Kasus Tuberkulosis (TBC) di Indonesia sangat mengerikan. Tiap jamnya TBC telah membunuh 14 orang di Indonesia.
Diprediksi terdapat 1.090.000 kasus TBC setiap tahunnya. Lebih dari 800 ribu merupakan kasus baru terjadi.
Di tengah tantangan kesehatan global saat ini, Indonesia masih terus berjuang melawan TBC. Penyakit menular ini jadi beban utama masyarakat.
Indonesia adalah negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.
Penyakit ini tidak hanya mengancam nyawa. Tetapi juga menghambat produktivitas ekonomi.
BACA JUGA:Samsung Galaxy A56 5G vs Oppo Reno 12F 5G: Duel HP 5G Rp3 Jutaan Terbaik 2025, Mana Paling Worth It?
Terutama di kalangan usia produktif (15-54 tahun) yang menyumbang 67% kasus. Melihat tingginya angka tersebut, mulai tahun ini pemerintah menyatakan perang melawan TBC.
Presiden Prabowo Subianto menjadikan penanganan TBC sebagai prioritas nasional. Melalui program inovatif holistik, berbasis pencegahan dan didukung anggaran besar.
Program ini bukan hanya upaya medis. Melainkan investasi jangka panjang untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan kuat. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
Presiden Prabowo, yang dilantik pada Oktober 2024, sejak awal menunjukkan komitmen kuat terhadap kesehatan rakyat.
Program penanganan TBC 2025 diintegrasikan dengan agenda "Quick Win" pemerintah. Hasil cepat dan terukur.
Melalui kolaborasi lintas sektor, pemanfaatan teknologi, dan pendekatan komunitas, program ini diharapkan dapat menurunkan TBC hingga 80% pada 2030. Targetnya eliminasi total.
Latar Belakang Penanganan TBC di Indonesia
Penanganan TBC di Indonesia bukan hal baru. Sejak era kemerdekaan, pemerintah telah berupaya mengendalikan penyakit ini. Melalui berbagai inisiatif.
Pada 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, yang menjadi landasan strategi nasional hingga 2024.
Dokumen ini menargetkan penurunan insiden TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan angka kematian 6 per 100.000 penduduk pada 2030.
Namun, pandemi COVID-19 sempat menghambat kemajuan, dengan penurunan deteksi kasus hingga 40% pada 2020-2021.
Transisi ke pemerintahan Prabowo Subianto membawa angin segar. Dengan latar belakang militer yang disiplin, Prabowo menerapkan pendekatan "cepat dan tepat" melalui Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).
Program ini melanjutkan Perpres 67/2021 sambil memperkuatnya dengan elemen baru.
Seperti integrasi dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG).
Komitmen ini tercermin dari peningkatan anggaran signifikan, hingga 20 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
BACA JUGA:Kebocoran Pipa Minyak PT Vale di Luwu Timur, Irigasi dan Sawah Warga Tercemar
Data WHO Global TB Report 2023 menunjukkan estimasi 1.060.000 kasus TBC di Indonesia, dengan 385 kasus per 100.000 penduduk.
Di bawah Prabowo, target 2025 adalah menemukan 90% kasus (981.000 kasus), menginisiasi pengobatan 95% (932.000 kasus).
Kemudian mencapai keberhasilan pengobatan 90% untuk TBC sensitif obat (SO). Pun 80% untuk TBC resisten obat (RO).
Ini adalah langkah ambisius yang positif. Karena menempatkan Indonesia sebagai pemimpin regional dalam eliminasi TBC.
Anggaran Program Penanganan TBC 2025
Pemerintah Indonesia menetapkan anggaran khusus untuk penanggulangan TBC tahun 2025 sebesar Rp2,4 triliun. Ini naik sekitar Rp200 miliar dibandingkan tahun 2024 sebesar Rp2,2 triliun.
Rincian Anggaran Penanganan TBC 2025 Meliputi:
Rp1,47 triliun untuk program penemuan kasus, dengan target menemukan sebanyak 981 ribu pasien baru.
Rp633 miliar dialokasikan untuk pengobatan pasien, ditargetkan mencapai 931.950 orang yang tuntas pengobatan.
Rp182 miliar untuk program pencegahan, ditujukan untuk menjangkau 100 ribu kontak terdekat dan populasi rentan.
Selain dananya, pemerintah juga memanfaatkan bantuan hibah alat skrining seperti portable X-ray dan biomolekuler dari USAID dan Global Fund.
BACA JUGA:Horoskop Senin 25 Agustus 2025: Apa Kata Bintang Tentang Anda?
Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas diagnosis dan treatment di fasilitas Kesehatan. Termasuk RS TNI/Polri dan Puskesmas di seluruh Indonesia.
Strategi Implementasi Program TBC 2025
Peningkatan Deteksi dan Diagnosa Cepat
Pemerintah memperluas layanan cek kesehatan gratis (CKG) dan memperkuat peran kader kesehatan di komunitas. Metode yang digunakan skrining dan deteksi dini yang akurat dan lebih terjangkau. Ini telah menjangkau jutaan masyarakat di berbagai wilayah. Khususnya wilayah dengan angka kejadian tinggi.
Pengobatan yang Terjangkau dan Efektif
Program pengobatan TBC menggunakan obat dengan durasi lebih singkat. Sehingga pasien lebih mudah menyelesaikan pengobatan dalam waktu sekitar 6 bulan. Hal ini memaksimalkan tingkat keberhasilan. Pemerintah menetapkan target keberhasilan pengobatan di atas 80%.
Peran Pemerintah Daerah yang Optimal
Pemerintah daerah didorong untuk menyesuaikan perencanaan dan anggarannya guna mengatasi TBC secara local. Target penurunan kasus hingga 50% dalam 5 tahun ke depan.
Pemberdayaan Komunitas dan Kolaborasi Multi-Sektor
Melibatkan masyarakat untuk menggerakkan gerakan nasional. Seperti "Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis dengan Komitmen dan Aksi Nyata" (GIATKAN) untuk menyatukan upaya antar lembaga pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
Pengendalian Faktor Risiko dan Pencegahan
Pemerintah aktif melakukan pencegahan dengan meningkatkan kesadaran, memperbaiki kondisi hidup, serta pemeriksaan kontak pasien. Target pencegahan menyentuh populasi rentan dan kontak terdekat dengan pasien aktif.
Monitoring dan Evaluasi
Target Quick Win Turunkan kasus 50% dalam 5 tahun. Hingga Mei 2025, notifikasi kasus mencapai 66.797, dengan pengobatan 45.796. Efisiensi anggaran melalui Inpres 1/2025 memastikan transparansi.
Dengan program resmi yang didukung anggaran memadai dan implementasi yang semakin sistematis, Indonesia menargetkan untuk:
- Mencapai lebih dari 90% deteksi kasus TBC pada tahun 2025.
- Melanjutkan pengobatan dan penyembuhan dengan tingkat keberhasilan melebihi 80%.
- Mengurangi angka kematian akibat TBC secara signifikan.
- Strategi Inovatif dan Kolaboratif (H-2)
Implementasi program penanganan TBC 2025 di bawah komando Prabowo ditekankan pada enam strategi utama dari Perpres 67/2021. Hal ini diperkuat dengan elemen Quick Win.
Pendekatannya secara holistik. Melibatkan pusat hingga daerah. Selain itu, berbasis teknologi untuk hasil cepat.
BACA JUGA:Buruan Klaim! 24 Kode Redeem Mobile Legends, Free Fire, dan FC Mobile Spesial Hari Ini
Implementasi ini mendapat support internasional. Seperti WHO. Di tingkat daerah, gubernur dan bupati diberi tanggung jawab. Termasuk alokasi dana desa untuk TBC.
Program ini telah menunjukkan dampak awal positif. Pada Maret 2025, kontribusi komunitas mencapai 29% penemuan kasus.
CKG juga telah menjangkau 18 juta warga. Targetnya ada penurunan insiden TBC hingga 90% pada 2030.
Praktisi Kesehatan Masyarakat, dokter Ngabila Salama, mengatakan Indonesia tidak bisa hanya menekan TBC lewat obat.
Pemerintah perlu mengadopsi strategi yang menyeluruh. Bukan hanya Kesehatan. Tetapi juga sosial dan ekonomi.
Dia membeberkan langkah-langkah penting yang dapat dilakukan memutus rantai penularan. Strateginya panjang.
Mulai dari deteksi dini lewat tes molekuler. Pengobatan gratis yang tidak putus. Hingga dukungan nutrisi dan psikososial bagi pasien.
“Dimulai dari deteksi dini yang masif. Skrining di puskesmas, sekolah, tempat kerja, hingga komunitas berisiko tinggi,” kata Ngabila Salama kepada Disway pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Ditambah pemanfaatan Tes Cepat Molekuler (TCM) hingga Whole Genome Sequencing untuk mendeteksi TBC. Termasuk yang sudah resisten obat.
Setelah ditemukan, pasien harus segera dapat obat. Gratis. Dan terjamin ketersediaannya.
Dengan pendekatan ramah pasien: terdapat pengawasan lewat video agar kepatuhan tinggi, ada dukungan nutrisi dan psikososial agar pengobatan tuntas.
"Penyediaan dukungan nutrisi dan psikososial untuk pasien agar mereka mampu menuntaskan terapi yang panjang," lanjut Ngabila.
Pencegahan, lanjutnya, juga tak kalah penting. Vaksinasi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) pada bayi tetap diperkuat. Sembari menunggu vaksin TBC baru.
Rumah sakit harus punya ventilasi yang baik. Protokol masker, dan isolasi pasien menular.
Lalu edukasi dan Kampanye public. Ngabila menyebut gejala TBC harus dikenali. Stigma mesti dilawan. Bukan hanya lewat dokter dan tenaga Kesehatan. Tapi juga tokoh masyarakat, influencer, hingga kader di lapangan.
"Libatkan tokoh masyarakat, influencer dan kader kesehatan untuk menghilangkan stigma dan meningkatkan kesadaran. Ini sangat penting," urainya.
Ngabila juga menyinggung hal mendasar tentang sistem kesehatan. Tenaga medis harus terlatih. Data TBC harus digital. Real-time. Dan lintas sektor. Karena TBC erat kaitannya dengan faktor sosial-ekonomi.
"Pendekatan sosial-ekonomi juga penting. Adanya dukungan program bantuan sosial atau jaminan kesehatan bagi pasien TBC, terutama yang kehilangan penghasilan," imbuhnya.
"Peningkatan kualitas hunian dan gizi Masyarakat. Karena faktor lingkungan dan malnutrisi berkontribusi pada tingginya risiko TBC," papar Ngabila.
Kepala Seksi Pelayanan Medik & Keperawatan RSUD Taman Sari itu juga menyoroti soal vaksinasi TBC.
Apakah dengan vaksin bisa menekan kasus tersebut?
"Vaksinasi memang berperan penting dalam pencegahan TBC. Tapi konteksnya harus dipahami lebih mendalam," ungkapnya.
BACA JUGA:Mengintip Harga dan Spesifikasi POCO X7 Pro: HP Serba Bisa untuk Anak Muda!
Sejatinya, vaksin TBC sendirian tidak cukup menekan kasus di Indonesia. Ia efektif melindungi bayi dan anak, tetapi belum menyelesaikan masalah utama penularan pada orang dewasa.
"Kombinasi program vaksin, deteksi dini, kepatuhan pengobatan, dan perbaikan sosial-ekonomi adalah kunci untuk menurunkan angka kasus signifikan," jelasnya.
Ngabila juga menyoroti angka 93.000 kematian per tahun akibat TBC di Indonesia. Hal ini menunjukkan penularan masih tinggi. Artinya pengendalian belum optimal.
Pencegahan Perlu Dilakukan di 2 Level Besar:
- Mencegah orang sehat tertular
- Mencegah kematian atau kekambuhan pada penyintas
"Mengurangi angka kematian akibat TBC tidak bisa hanya mengandalkan terapi. Perlu pendekatan komprehensif," terang Ngabila.
Pendekatan Komprehensif Itu Mencakup:
- Pencegahan penularan melalui edukasi dan lingkungan sehat
- Perawatan pasien yang berkesinambungan dan ramah pasien
- Penguatan sistem kesehatan dan dukungan sosial-ekonomi.
HIV, Gizi Buruk dan Risiko TBC
Risiko penularan TBC makin meningkat bila disertai penyakit penyerta. HIV, imunitas rendah, dan kekurangan gizi.
Ini menjadi "tiga serangkai" yang membuat TBC lebih mudah berkembang. Sekaligus sulit disembuhkan.
Ia menekankan penguatan sistem kekebalan tubuh dan perbaikan status gizi adalah kunci. Baik untuk pencegahan maupun pemulihan TBC.
"Terapi ARV rutin sangat penting bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) agar viral load ditekan dan imunitas membaik," terangnya.
BACA JUGA:Adu Spesifikasi Vivo Y19s vs OPPO A3x: Mana yang Lebih Unggul!
Selain itu, hindari infeksi berulang. Misalnya ISPA atau diare. Hal ini bisa memperburuk kondisi tubuh.
Nah, vaksinasi yang aman untuk imunokompromais seperti vaksin flu dan pneumokokus, dapat mengurangi infeksi tambahan.
Panduan Menjaga Imunitas Tubuh:
1. Pola Makan Bergizi Seimbang
Protein berkualitas dari telur, daging, ikan, tempe, tahu, hingga kacang-kacangan untuk memperbaiki jaringan paru.
Buah dan sayuran kaya antioksidan seperti jeruk, jambu biji, pepaya, wortel, bayam, dan brokoli.
Mineral penting, mulai dari zinc, selenium, hingga zat besi yang bisa diperoleh dari makanan laut, daging merah, serta sayuran hijau.
Lemak sehat dari alpukat, minyak zaitun, kacang-kacangan, hingga ikan berlemak.
2. Suplemen Tambahan
Bila asupan makanan tidak mencukupi, suplemen seperti vitamin B-kompleks, vitamin D, multivitamin dan zinc. Selain itu, selenium bisa diberikan sesuai arahan tenaga kesehatan.
3. Gaya Hidup Pendukung
Tidur cukup 7–8 jam. Olahraga ringan, manajemen stres, serta menghindari rokok dan alkohol menjadi bagian penting dalam memperkuat imun.
4. Dukungan Khusus untuk ODHA
Pemantauan CD4 dan viral load, konsultasi gizi rutin, serta pengawasan ketat terhadap infeksi lain perlu dilakukan. Tujuannya agar pengobatan berjalan efektif.
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dokter Ina Agustina menjelaskan program quick win TBC ini ditetapkan untuk mempercepat penanggulangan tuberkulosis.
Apa Itu Quick Win TBC
Ini adalah program yang sudah dijalankan secara intensif sejak 2023-2024. Targetnya penurunan angka TBC pada 2030.
Salah satu caranya melalui terapi pencegahan TB dan monitoring capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM).
"Fokusnya pada penemuan kasus aktif, inisiasi pengobatan segera dan pencegahan," ujar Ina kepada disway pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Tujuan Quick Win TBC
Adanya Quick Win TBC ini, diharapkan dapat meningkatkan cakupan deteksi dini kasus TBC hingga 90 persen dari estimasi kasus.
Bukan cuma itu. Quick Win juga dapat memastikan seluruh kasus yang ditemuka. Kemudian segera dapat pengobatan.
BACA JUGA:11 Rekomendasi HP Kamera Terbaik 1 Jutaan 2025: Foto Tajam Tanpa Bikin Kantong Bolong!
Diharapkan program ini bisa memperluas Terapi Pencegahan TBC (TPT) dengan target 72 persen.
"Menjamin layanan TBC sesuai standar pelayanan minimal (SPM) di seluruh fasyankes (fasilitas layanan kesehatan)," imbuhnya.
Keterlibatan pemerintah daerah, kader, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung program tersebut.
Program ini dimulai dengan deteksi dini sudah berjalan. Yaitu melalui skrining massal dan pemeriksaan kesehatan gratis (PKG).
493 Ribu Kasus Terdeteksi TBC
Data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) hingga 17 Agustus 2025 tercatat sekitar 493 ribu kasus TBC terdeteksi.
Terdapat 8 provinsi tercatat dengan TBC terbanyak. Yaitu:
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- DKI Jakarta
- Sumatera Utara
- Banten
- NTT
- Sulawesi Selatan
"Infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menular lewat udara. Seperti batuk, bersin, percikan dahak. Faktor risiko meningkat bila ada gizi buruk, HIV, diabetes, lingkungan padat, atau ventilasi buruk," jelas Ina memaparkan penyebab penularan TBC.
Berdasarkan Global TB Report & data Kemenkes, Ina menjelaskan kelompok usia produktif paling terdampak, yaitu 25–54 tahun.
Baik laki-laki maupun perempuan. Namun, laki-laki umumnya lebih banyak dibanding perempuan.
Pejabat kemenkes ini juga menerangkan Cek Kesehatan Gratis (CKG) merupakan salah satu strategi dalam upaya deteksi dini kasus TBC.
"Jadi bukan program terpisah. Melainkan bagian dari percepatan penanggulangan TBC," terangnya.
Di luar CKG masih terdapat upaya lain. Seperti promotif, preventif, pengobatan, penguatan sistem dan sumber daya.
Dampak dari TBC ini menyerang usia produkti dan ekonomi kelurga. Karena itu, Presiden Prabowo menekankan betul soal percepatan kasus ini.
"Agar eliminasi 2030 tercapai dan tidak menimbulkan kerugian sosial-ekonomi berkepanjangan," jelasnya.
DPR RI Berikan Dukungan Nyata
Perang terhadap TBC mendapat dukungan banyak pihak. Termasuk dari parlemen di Senayan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyatakan DPR telah memberikan dukungan penuh terhadap upaya penanggulangan TBC.
Tak hanya dalam bentuk persetujuan anggaran. Tetapi juga dalam pengawasan dan dorongan nyata agar program ini berjalan optimal.
BACA JUGA:9 Rekomendasi HP Samsung Dibawah 2 Juta: Harga Hemat, Spek Nggak Kaleng-Kaleng!
"DPR sudah memberikan persetujuan anggaran besar untuk TBC tahun 2025. Bentuk dukungan konkret DPR jelas. Pertama, fungsi budgeting sudah dijalankan dengan memastikan alokasi anggaran TBC tetap prioritas di tengah keterbatasan fiskal. Kedua, fungsi pengawasan kami tidak segan-segan memanggil kementerian maupun badan terkait jika program ini mandek," kata Nurhadi kepada Disway pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Ia menekankan semua pasien TBC harus mendapat perhatian. Tanpa terkendala birokrasi atau distribusi anggaran yang tidak tepat sasaran.
Nurhadi melihat program quick win sebagai peluang emas untuk melakukan lompatan besar dalam penanganan TBC.
Menurutnya, gerakan lintas kementerian sudah mulai terbentuk dan menunjukkan sinyal positif menuju eliminasi TBC pada 2030.
"Quick win ini harus menjadi pintu masuk untuk lompatan besar. DPR melihat peluangnya ada. Karena lintas kementerian mulai bergerak. Kemenkes dengan deteksi dini, BPJS dengan jaminan layanan, hingga Bappenas dalam sinkronisasi target SDGs. Transparansi adalah kunci," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, DPR juga mendorong sistem pelaporan berbasis digital secara real-time. Tujuannya agar proses penanganan TBC dapat dimonitor publik secara langsung.
Penguatan Layanan Daerah Kunci Keberhasilan
Lebih dari 60% kasus TBC terjadi di luar Pulau Jawa. Maka, keberhasilan program nasional ini sangat bergantung pada peran aktif pemerintah daerah dan layanan kesehatan setempat.
"Jangan sampai program TBC ini hanya kuat di Jakarta. Harus menyeluruh di semua daerah di Indonesia. Fasilitas kesehatan di kabupaten/kota harus memanfaatkan anggaran. Bukan untuk rapat-rapat atau seminar semata. Tapi untuk memperkuat laboratorium, alat diagnostik cepat (GeneXpert), serta pemberdayaan kader desa," tegasnya.
Meski target eliminasi TBC pada tahun 2030 terbilang ambisius, Nurhadi optimis hal itu bisa dicapai. Syaratnya semua pihak bersinergi secara berkelanjutan.
Ia menyoroti pentingnya pendekatan lintas sektor. Tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan semata.
"Target eliminasi TBC 2030 adalah target yang ambisius. Tetapi bukan tidak mungkin. Rekomendasi DPR jelas. TBC harus masuk prioritas pembangunan nasional lintas sektor. Bukan sekadar urusan Kemenkes. Negara tidak boleh lagi kalah melawan penyakit yang sudah ada sejak zaman penjajahan," pungkasnya.
Menuju Indonesia Bebas TBC 2030
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Prof. Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan Indonesia kini menghadapi situasi yang mendesak dalam pengendalian TBC.
"Posisi ini sebelumnya ditempati China. Namun mereka berhasil menurunkan angka kasus secara signifikan," ujar Dante.
Dia menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh. Termasuk edukasi, skrining aktif, dan intervensi di tingkat keluarga.
"Kita ingin memutus mata rantai penularan di rumah tangga dan lingkungan terdekat," jelasnya.
Salah satu strategi utama pemerintah adalah menurunkan kasus TBC nasional pada tahun 2030.
"Kita menargetkan penurunan 50% - 90% kasus TBC pada 2030. Pemerintah optimis target ini bisa dicapai dengan sinergi semua pihak," terangnya.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, pemerintah menggandeng lembaga akademik dan memperkuat deteksi aktif di wilayah endemis.
BACA JUGA:10 Rekomendasi HP Samsung RAM 6 GB Terbaik 2025: Pilihan Hemat dan Bertenaga!
"Kita harus mulai sekarang agar target 2030 tercapai. Target utamanya adalah membebaskan Indonesia dari TBC," tegasnya.
BPJS Kesehatan Dorong Penanganan TBC
Upaya pemerintah dalam mengeliminasi tuberkulosis (TBC) tahun 2030 juga mendapat dukungan penting dari skema pembiayaan. Salah satunya BPJS Kesehatan.
Pakar kesehatan sekaligus mantan Sekretaris Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Dicky Budiman mengatakan implementasi anggaran pelayanan TBC saat ini sudah berjalan baik. Terutama pada aspek kuratif dan rehabilitatif.
"Indonesia masih masuk tiga besar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia bersama India dan China. Dengan target eliminasi TBC pada 2030, pembiayaan berkelanjutan menjadi sangat krusial," ujar Dicky kepada Disway pada Kamis, 23 Agustus 2025.
Menurutnya, pendanaan penanganan TBC sudah didukung kombinasi beragam sumber.
Mulai dari APBN, APBD, hingga bantuan donor internasional. Seperti Global Fund, serta skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan.
Peran BPJS, lanjutnya, tepat jika difokuskan pada pembiayaan layanan kuratif dan rehabilitatif di fasilitas kesehatan.
"BPJS sudah berkontribusi besar pada layanan kuratif dan rehabilitatif. Sementara program promotif preventif seperti tracing kontak atau dukungan komunitas bisa tetap menjadi tanggung jawab APBN, APBD, maupun donor," jelasnya.
Dicky menambahkan, agar layanan semakin optimal, perlu dilakukan penyesuaian tarif Ina-CBGs.
Khususnya untuk kasus TBC resistan obat (MDR-TB) yang kompleks. Juga harmonisasi lintas pendanaan. Antara JKN, APBN, APBD, dan donor.
Dengan begitu, lanjutnya, potensi celah pembiayaan bisa diminimalisir. Sementara rumah sakit rujukan tidak terbebani biaya tambahan.
BACA JUGA:Susunan Baru Pengurus Bank Syariah Nasional
Selain itu, penguatan layanan primer di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) juga penting untuk memastikan penanganan TBC sejak dini.
Dukungan integrasi digital, menurut Dicky, akan menjadi kunci transparansi penggunaan anggaran. Sekaligus membantu pemantauan pencapaian eliminasi TBC.
"Intinya, BPJS sudah memberi dukungan nyata dalam penanganan TBC. Dengan sinkronisasi pendanaan, penyesuaian tarif, serta penguatan layanan primer, target eliminasi TBC tahun 2030 sangat mungkin dicapai," pungkasnya.
Kampanye Hapus Stigma Negatif TBC
Program ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Presiden Prabowo memandang hal ini sebagai sebuah gerakan nasional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun punya peran mengintegrasikan materi TBC dalam kurikulum sekolah dan universitas.
Sementara Kementerian Ketenagakerjaan memastikan lingkungan kerja bebas TBC. Caranya mewajibkan screening berkala di pabrik dan perkantoran.
Pemerintah juga dapat menggandeng sektor swasta, organisasi non-pemerintah (NGO) seperti Stop TB Partnership Indonesia, dan komunitas lokal.
Ribuan sukarelawan, termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat, dilatih untuk menjadi Duta TBC di tingkat desa dan kelurahan.
Tugasnya membantu menyebarkan informasi yang benar dan menghilangkan stigma yang selama ini melekat pada TBC.
Stigma sosial sering kali menjadi hambatan terbesar bagi pasien TBC untuk mencari pengobatan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu meluncurkan kampanye nasional bertajuk "TBC Bukan Aib, Tapi Penyakit yang Bisa Disembuhkan!"
BACA JUGA:Pemuda 21 Tahun Buton Utara Ini Ditahan Polisi, Penyebabnya Cabuli Anak di Bawah Umur Sejak Januari
Kampanye ini bisa memanfaatkan semua saluran media. Mulai televisi, radio, media sosial, hingga billboard di jalan-jalan utama.
“Kita harus mengubah cara pandang masyarakat. TBC adalah penyakit. Bukan hukuman. Dengan pengobatan yang tepat, pasien bisa sembuh total dan kembali beraktivitas normal,” tegas Presiden Prabowo dalam salah satu pidatonya.
Kampanye ini juga dapat melibatkan tokoh masyarakat, influencer, dan artis ternama yang secara terbuka mendukung program tersebut.
Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang suportif dan empatik bagi pasien. Yang terpenting mendorong mereka berani mencari pengobatan tanpa rasa takut dikucilkan.(tim lipsus disway)
Artikel ini sudah tanyang di disway.id dengan judul Bebas Tuberkulosis 2030
Sumber: