Ini Peran Bupati Kolaka Timur Abdul Azis dalam Kasus Korupsi Proyek RSUD Rp126,3 Miliar

Penampakan Bupati Kolaka Timur saat dibawa ke KPK usai terjaring OTT -Ayu Novita-radarpena.co.id Disway group
sultra.disway.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis sebagai salah satu dari lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, senilai Rp126,3 miliar.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, Abdul Azis bersama pejabat Kementerian Kesehatan dan pihak swasta diduga menerima suap terkait proyek peningkatan RSUD dari kelas D menjadi kelas C yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
“ABZ, AGD, dan ALH adalah penerima suap. Mereka dijerat pasal tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (9/8/2025).
Diduga Atur Pemenang Lelang
Penyidik KPK mengungkap, Abdul Azis diduga terlibat langsung dalam pengkondisian lelang proyek agar dimenangkan oleh PT PCP.
Pengaturan ini dilakukan bersama pejabat pengadaan barang dan jasa (PBJ) Pemkab Koltim, Kepala Dinas Kesehatan Koltim, dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.
“Pemenang lelang sudah ditentukan sejak awal, yaitu PT PCP,” tegas Asep.
Fee 8 Persen dari Nilai Proyek
KPK menyebut, Abdul Azis bersama AGD meminta komitmen fee sebesar 8 persen dari nilai kontrak atau sekitar Rp9 miliar.
BACA JUGA:Alexander Isak Murka! Newcastle Tutup Pintu ke Liverpool: Berlatih Terpisah dari Tim
Aliran dana suap diduga dilakukan bertahap, termasuk pemberian Rp30 juta kepada pejabat Kemenkes dan Rp500 juta kepada PPK di lokasi proyek.
Selain Abdul Azis, empat tersangka lain yang ditahan KPK adalah ALH (PIC Kemenkes), AGD (PPK proyek RSUD Koltim), serta dua pihak swasta, DK dan AR, dari PT PCP. Abdul Azis ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK terhitung 8 hingga 27 Agustus 2025.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan kepala daerah aktif yang baru menjabat pada periode 2024–2029, sekaligus menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi proyek infrastruktur kesehatan.
Sumber: