Aksi Penolakan Sawit di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Berujung Ricuh
Demo penolakan perluasan lahan sawit--AI
sultra.disway.id - Gelombang penolakan terhadap rencana perluasan perkebunan kelapa sawit menggema di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara. Ratusan warga turun ke jalan dan menggelar demonstrasi di kawasan Kantor Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), Rabu (18/12/2025).
Aksi tersebut berujung ricuh setelah massa mencoba menerobos pagar dan memasuki halaman kantor pengelola taman nasional.
Sejak awal aksi, warga menilai negara dan pemerintah daerah terkesan memberi karpet merah bagi perusahaan sawit untuk merambah kawasan konservasi. Di sisi lain, petani padi lokal justru menghadapi berbagai hambatan saat hendak mengakses lahan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Ketua Kelompok Petani, Kamaruddin, menyuarakan kegelisahan warga. Ia menuturkan, pertambahan jumlah penduduk setiap tahun tak diimbangi dengan ketersediaan lahan pertanian.
BACA JUGA:Bocoran Lengkap Redmi Note 15 5G Versi Global, Kamera 108MP Jadi Pembeda!
“Di Desa Lanowulu dan Tatangge saja, ada sekitar 100 kepala keluarga baru yang tidak memiliki lahan garapan. Tapi yang diprioritaskan justru sawit, bukan sawah,” ujarnya.
Menurut Kamaruddin, kebijakan pemerintah dinilai tidak adil. Warga yang ingin membuka lahan persawahan kerap dipersulit dengan berbagai aturan, sementara perusahaan sawit justru mendapat kemudahan meski masuk ke kawasan taman nasional.
“Kami hanya petani padi. Kami minta lahan untuk makan dan bertahan hidup. Tapi izin sawah dipersulit. Sebaliknya, pengusaha bisa membuka lahan sawit yang jelas-jelas menerabas taman nasional,” katanya dengan nada kecewa.
Ia juga menyinggung praktik kriminalisasi yang kerap dialami warga setempat. Padahal, kata dia, kawasan tersebut telah lama dihuni oleh leluhur mereka jauh sebelum ditetapkan sebagai taman nasional.
BACA JUGA:Prediksi PSG vs Flamengo: Ujian Mental Juara di Final Piala Interkontinental
“Orang tua dan leluhur kami sudah tinggal di sini sebelum ada taman nasional. Tapi justru kami yang sering menjadi sasaran kriminalisasi. Itulah alasan kami melakukan aksi seperti ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Balai TNRAW, Aris, mengakui adanya larangan bagi warga untuk mengubah kawasan taman nasional menjadi lahan persawahan.
Ia menegaskan, perubahan fungsi lahan berpotensi merusak keseimbangan ekosistem di kawasan konservasi seluas 105.154 hektare tersebut.
“TNRAW memiliki empat tipe ekosistem utama, yakni mangrove, savana, hutan, dan rawa. Lokasi yang diklaim warga berada di kawasan savana, yang merupakan habitat satwa seperti ular dan lainnya. Ekosistem ini saling terkait. Jika satu rusak, yang lain akan ikut terdampak,” jelas Aris.
Sumber: