DPRD Konawe Soroti Pungli Lapak Pasar Wawotobi, Diduga Langgar Kontrak

DPRD Konawe Soroti Pungli Lapak Pasar Wawotobi, Diduga Langgar Kontrak

Ilustrasi Pasar Wawotobi--ist

sultra.disway.id – Praktik pungutan sewa lapak oleh PT Bua Poleang, mitra pengelola Pasar Wawotobi, mendapat sorotan tajam dari Komisi II DPRD Konawe.

Pasalnya, pungutan sebesar Rp100.000 per meter persegi yang dibebankan kepada pedagang dinilai janggal dan diduga tidak sesuai kontrak kerja sama dengan pemerintah daerah.

 

Ketua Komisi II DPRD Konawe, Eko Saputra Jaya, menegaskan bahwa kebijakan pungutan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Bahkan, dari keterangan pihak perusahaan, pungutan itu disebut murni inisiatif manajemen tanpa landasan kontrak.

BACA JUGA:Tok! Pemkot Baubau Tetapkan Kawasan Tanpa Rokok, Ini Daftarnya

 

“Perwakilan perusahaan menyatakan pungutan itu murni inisiatif manajemen. Tidak ada dasar jelas dalam kontrak kerja sama,” ujar Eko dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dinas Pendapatan, pedagang, dan PT Bua Poleang, Kamis (21/8/2025).

 

Potensi Rp20 Juta Per Bulan, Tidak Masuk Kas Pemda

 

Berdasarkan penelusuran DPRD, pungutan tersebut diperkirakan menghasilkan sekitar Rp20 juta per bulan dari sekitar 60 lapak di area depan pasar.

Namun, dana tersebut seluruhnya masuk ke kas perusahaan tanpa ada pembagian untuk Pemda Konawe.

 

Padahal, sesuai kontrak, hasil pengelolaan los pasar di dalam bangunan seharusnya dibagi 75% untuk PT Bua Poleang dan 25% untuk Pemda, sementara pedagang di luar bangunan resmi membayar retribusi Rp60.000 per bulan ke pemda.

 

“Ini menjadi ganjil, karena Rp20 juta itu tidak tercatat dalam skema bagi hasil sebagaimana kontrak kerja sama,” tegas Eko.

BACA JUGA:Cara dan Syarat Mendapatkan Bantuan Siswa Miskin SMA/SMK Sultra 2025

 

DPRD Hentikan Sementara Pungutan

 

Dalam RDP tersebut, DPRD Konawe menetapkan dua langkah penting:

 

Memulihkan posisi pedagang yang sebelumnya dipindahkan ke belakang agar kembali berjualan di area depan.

 

Menghentikan sementara pungutan Rp100.000 per meter persegi hingga ada rapat kerja lanjutan antara DPRD, Pemda, dan PT Bua Poleang.

 

“Kita belum baca keseluruhan poin kontrak. Maka dari itu, belum boleh ada pungutan sebelum ada rapat kerja dan kesimpulan soal legalitasnya,” jelas Eko.

 

Berlangsung Lebih dari 10 Tahun

 

Catatan DPRD menunjukkan, pungutan serupa sudah berlangsung lebih dari 10 tahun tanpa kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

BACA JUGA:Intip Fitur Canggih Redmi Note 15 Pro+ Terbaru: Kamera 50MP OIS, Snapdragon 7s Gen 4, dan Baterai 7.000mAh

DPRD mendesak agar praktik ini dievaluasi secara menyeluruh.

 

“Kalau memang pungutan ini terus berlangsung dan hanya menguntungkan perusahaan, maka harus ada evaluasi menyeluruh. PAD harus jadi prioritas, bukan hanya keuntungan perusahaan,” pungkasnya.

 

 

 

Sumber: