sultra.disway.id – Sebuah video rekaman CCTV yang memperlihatkan aksi kekerasan terhadap seorang santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Malang membuat geger jagat maya.
Dalam video tersebut, seorang anak laki-laki tampak dicambuk berkali-kali menggunakan rotan di bagian betis oleh seorang pria dewasa yang diduga merupakan pengasuh pondok.
Korban diketahui berinisial AZX (9), warga Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Ia diduga menjadi korban penganiayaan oleh seorang ustaz berinisial B, yang juga diketahui sebagai pemilik sekaligus pengasuh pondok.
BACA JUGA:Kaget Lihat Lelaki Asing di Kamar, Wanita Muda Nekat Lompat dari Lantai 19 Apartemen Kalibata City
Cari Makan, Pulang Dicambuk
Peristiwa memilukan itu terjadi pada momen Hari Raya Idul Adha 2025. Menurut keterangan pihak kepolisian, AZX sempat keluar dari lingkungan ponpes pada malam hari untuk mencari makanan karena mengaku lapar.
"Meski sudah diberi makan sebelumnya, korban merasa lapar dan keluar ke sawah. Ia lalu ditemukan dan dibawa kembali ke dalam pondok," ungkap Kanit PPA Satreskrim Polres Malang, Aiptu Erlehana, Jumat (11/7/2025).
Namun, sesampainya di pondok, bukannya diberi peringatan secara wajar, AZX justru menerima hukuman fisik. Betisnya dicambuk rotan berkali-kali oleh ustaz B hingga menimbulkan luka basah.
Terekam CCTV dan Viral
Aksi kekerasan ini terekam oleh kamera CCTV dan videonya menyebar cepat di media sosial. Publik pun mengecam keras perlakuan tidak manusiawi yang dialami oleh santri kecil tersebut.
Dalam video yang viral, tampak jelas sang ustaz mencambuk korban tanpa ampun. Betis sang anak terlihat memerah dan luka akibat pukulan berulang.
BACA JUGA:Ngeri! Nyaris Terkam Anak-Anak, Buaya 4 Meter Ditangkap Warga di Sungai Labhalano Muna
Kepada penyidik, ustaz B berdalih bahwa hukuman cambuk merupakan bentuk sanksi yang tertulis dalam peraturan internal pondok.
Namun hal itu ditegaskan sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan secara hukum.
"Apapun bentuknya, kekerasan terhadap anak adalah tindak pidana. Dalih aturan internal tidak bisa jadi pembenar," ujar Aiptu Erlehana.
Saat ini, polisi telah memeriksa AZX dan satu saksi warga yang menolong korban. Namun, proses hukum masih menunggu hasil visum sebagai alat bukti medis untuk memperkuat laporan penganiayaan.
Mirisnya, dugaan muncul bahwa AZX bukan satu-satunya korban. Polisi kini mendalami kemungkinan adanya anak-anak lain yang mengalami kekerasan serupa di pondok yang sama.